Wednesday, November 21, 2007

-Looking Back @ 1st dAy aS a HighSchooL sTudenT-

“What???! Are you sending me to that school?! It’s not funny, Pa”
aku berdiri dihadapan Papa, berharap bahwa semua ini hanya lelucon.

“Iya, sayang. Emang apa yang salah dengan sekolah islam? Itu supaya kamu lebih mendalami agama kamu. You will meet new friends, the better ones. And I’ll buy you a car if you want it.”

“Enggak bisa, Pa! Aku gak bisa setiap hari pake kerudung ke sekolah. Mau beli mobil kek, or even a helicopter, I’m not going to that school!”

Papa menjawab dengan tegas, “Mau enggak mau kamu harus mau dan terima. Papa udah daftarin, udah bayar, dan udah usaha keras supaya kamu diterima tanpa tes dan bisa masuk terlambat. Jadi besok harus udah mulai masuk sekolah!!!”
lalu dia pergi dengan tergesa-gesa, tanpa memberiku kesempatan untuk membantah.

Lucu rasanya.. Kemarin pas lulus SMP, knowing that ternyata dapet nya SMU yg memuakkan, masih saja aku memaksakan diri untuk sekolah di SMU tersebut selama 1 cawu dgn jumlah kehadiran hanya 18 hari. Kacau.. kacau..
lalu Papa memaksa aku untuk ke Jerman sekalian bertemu dengan kakakku yang memang tinggal disana. Dia yang ngotot untuk menyuruhku pergi, katanya urusan pindah sekolah bisa menunggu, nanti dia yang akan mengurus semuanya, jadi sekembalinya aku dari Jerman, semuanya sudah beres dan aku hanya tinggal memakai seragam SMU dan berangkat sekolah. Mudah sekali kedengarannya, dan aku setuju pada usulnya saat itu. So i spent almost a year being an un-schooled girl.

Tapi sekarang???!!

Mana mungkin aku bisa bertahan di sekolah yang mewajibkan muridnya memakai kerudung setiap hari?

Dengan keadaanku sekarang, mana mungkin aku bisa mendapat teman?

Aku bingung, takut, kecewa, marah, semua bercampur jadi satu.
Aku tidak tidur malam itu, ditemani dengan jus jeruk campur vodka, akhirnya aku merasa semuanya akan baik-baik saja.


“Hai, eh.. Assalamu Alaikum, nama saya Irma. Saya anak baru disini. Hm.. ada pertanyaan?” aku bicara dengan canggung.

“Eh… kerudungnya mencong tuh” kata seorang cowok di kursi belakang, dan semua tertawa.

“Where do I have to sit, Sir?” aku bertanya pada Pak Guru.


Pak Guru menjawab dengan senyuman sambil menunjuk ke deretan paling belakang.
Aku dapat tempat duduk di pojok belakang kiri, teman sebangku-ku bernama XX, katanya dia pindahan dari Amerika, entah Amerika bagian mananya. Aku tidak peduli.

XX bertanya dengan wajah bodohnya “Elo dari Jerman kan? Kok malah ngomong bahasa inggris?”

“Karena gue ga tertarik untuk belajar bahasa jerman. Gue juga bisa bahasa Perancis, loe bisa ga?”

“hmm.. gue gak bisa bahasa Perancis, but we can talk in English if you want to. So that nobody can understand.” uf.. ni cewek emang bodoh yah?

“Sorry, darling. Not interested.” jawabku. Dan dia terdiam, tepatnya memperhatikan Pak Guru yang sedang mengajar fisika.

Dan aku mulai terbenam dalam lamunanku, entah apa yang ada didalam benakku. Yang aku tau saat aku tersadar, bel sudah berbunyi, berarti waktu istirahat dimulai dan aku harus menghadapi tantangan yang kedua. Yaitu menginjakan kaki di kantin dan tidak membuat kekacauan disana.

I kept telling myself, “Don’t be a head-turner, keep it low, don’t stare someone rite through the eyes, don’t punch someone who gives you the “look”, just be normal.. just be normal”.

Beruntungnya aku karena tidak ada tragedy yang terjadi. Aku makan dengan tenang bersama dengan orang yang tidak aku kenal, tersenyum kepada mereka, dan kembali ke kelas dengan selamat. Aku duduk kembali di tempat duduk-ku, membuka tutup termos kecil kesayanganku, dan meminum sedikit orange juice + vodka yang kusiapkan dari tadi pagi. Pfiuh… enaknya… minum vodka orange juice dingin pada jam 11 siang.

Selanjutnya, aku hanya mengalir mengikuti arus, dan bel pulang berbunyi.
Aku selamat hari ini.
Thank God.
It was my first experience as a neu girl, not bad tho..


Waktu berlalu dan ternyata aku tidak sendirian, aku punya beberapa teman dekat.
Ke kantin bareng, bolos sekolah bareng, ngerokok bareng, mabuk-mabukan bareng, semuanya bareng. Bahkan, guru-guru sudah mengecap kami sebagai “anak-anak yang bermasa depan suram”. Kasihan sekali guru-guru itu, karena saat kami lulus dari sekolah neraka itu, kami ber-empat lah yang berhasil masuk perguruan negeri melalui spmb. Hidup memang ironis bagi mereka yang egois dan berpikiran sempit.


Semestinya guru-guru bisa bersikap sportif terhadap kami. Walaupun kami nakal, bermasalah dan susah diatur, kami bukan anak yang bodoh dan berotak udang, kami selalu menduduki peringkat tiga besar di kelas masing-masing. Semestinya mereka bisa bersikap lebih bijak, dan mereka harusnya lebih tahu.

Hohoho… saya maafkan kalian, Bapak dan Ibu Guru. Karena bagaimanapun, kalian tetap berjasa terhadap diri saya.

0 comments: