Sunday, February 3, 2008

[#3] konstelasi waktu & bulan purnama

Part Three : Berteman dengan waktu

“The future holds uncertain thoughts and wonderment abound.
But I and my heart will always be around.
You did not fear the future, for I will be with you.
I cannot help the way I feel, but the way I feel is true...”
(part of poem, which is a special give from my bro nunu d’ebel)

Berawal dari hari itu, sang waktu seakan menjadi sebuah menhir yang menancap kuat, enggan untuk beranjak, berbanding terbalik dari anak-anak tangga evolusi yang terjadi. Berawal dari rasa ketertarikan, menjadi keingintahuan, menjadi khayalan, lalu saat menhir itu tertancap berubah menjadi mimpi, lalu terus berkembang menjadi sebuah harapan dan terus berevolusi menjadi sebuah cita-cita, yah benar….cita-cita menjadi KITA bukan hanya AKU atau DIA.

Setiap waktu dikala hari berada, kembali si empunya gambar wanita terbaring dengan sebuah pedang menjadi terbata-bata, yah tuntutan duniawi yang mengharuskan menjadi seperti itu. Namun tak apa, karena pada saat mentari bersemi dia menjadi….

Bidadari Pagi…..
Engkau bidadari pagi
Engkau ratu disiang hari
Engkau adalah embun, yang dilahirkan dan menetes kala matahari bersemi
Engkau adalah sepi, yang datang diantara petir badai menderu
Engkau adalah sejuk, yang angin bawa di Februari
Engkau adalah sinar, yang matahari kirimkan setelah fajar pergi
Engkau adalah air mata, yang tangis ku bawa ketika membayangkan kita berdua
Engkau adalah alasan, mengapa duniaku ada

(Jomblo, scene Rizky Hangoro rejected by Rianti Cartwright, selasar depan WC kampus)

Percakapan2 ringan dari buku, blog, friendship, keluarga, mimpi masing2, musik, sinetron (ini serius!!), obrolan-obrolan yang menyampah, tentang temannya teman kita, semua hal yang akhirnya bisa mencairkan es yang paling dingin sekalipun.
Namun semakin es itu mencair ada sebuah kayakinan baru yang dirasakan, banyak hal yang sangat……ya sangat baru dirasakan oleh ku, kebrutalanku terhempas oleh keindahanya yang sederhana, bahkan untuk berani meningkatkan obrolan lebih dari menggunakan jendela obrolan saja, perlu beberapa lama itu pun dengan trik-trik yang lumayan fantastis……sangat tidak bisa dipercaya.

Dan pada saat-saat gelap sudah menyelubungi hari, dikala aku terburu waktu untuk menyelesaikan urusan yang berhubungan dengan perut-perut manusia lain, dengan kerendahan yang gemulai dia menawarkan menemani, semakin kokoh menhir tertancap, semakin membanjir dengan lelehan es yang sejuk, sedikit demi sedikit tembok pualam itu menyibakan kemegahan hatinya, hal-hal masa lalu tercurah, pilahan dan pilihan hidup masing-masing terkuak, bagaimana antara memilih dan dipilih, bagaimana menjadi sensitive, kompleksitas di balik relung-relung kesederhanaan, tentang bagaimana kenyamanan sehingga dapat membuka diri, komunikasi, interaksi yang unfinished yet, tentang syair-syair lagu menjadikan bagian dari kehidupan, tentang bagaimana pengertian itu harus dibentuk dan dilakukan, tentang bagaimana kenapa menjadi walaupun, berbagi kesenangan ketika salah satu bisa membantu orang lain menggapai mimpinya, ya tanpa disadari perasaan kembali kerumah hinggap dalam kalbu, perasaan kembalinya sesuatu yang hilang, walaupun rasa takut masih hinggap dalam ruang besar walupun semakin mendangkal.

Begitupun ketika bulan purnama penuh tersenyum pada bumi, keindahan yang sederhana itu ada untuk menemani, membagi perasaan dikala rasa berbagi keindahan akan sang purnama, memang keindahan itu lahir tepat ditanggal lima belas pada saat pertengahan ramadhan, keindahan itu ternyata memang sang purnama yang sesungguhnya.
Kembali interaksi dipertanyakan, dikatakan sebagai wacana dari awal sebuah perenungan, bagaimana akan sebuah irisan itu terjadi, bagaimana berusaha menyamakan persepsi, bagaimana beberapa dalil menjadikan bagian dari sebuah visi dan misi yang mendasari sebuah pembicaraan, bagaimana ego harus ditempatkan sehingga keindahan sebuah rasa dapat terus tersirami dengan kasih, ketika mimpi berhaji bersama seorang yang special melambungkan imaji ke tingkat yang paling tinggi, gumaman tentang kegagalan serta pencapaian, lalu munculah bagaimana keindahan itu memimpikan saat dia menikah…..tak tertahankan gejolak seluruh plasma-plasma sel dalam tubuh, itu yang aku cari selama ini!!…..akhirnya datang dari sebuah keindahan, semakin terasa bahwa jiwa ini sudah menemukan rumah, bagaimana makanan laut serta raja buah menggagu keindahan itu, akan kulalui kalau itu memang menggangu-mu wahai keindahan, itu janji yang tak terucap, bagaimana kehilafan-kehilafan yang terjadi justru menjadi bumbu yang membuat nikmat perbincangan, bagaimana khawatirnya keraguan-keraguan muncul akan kemana hati ini ditambatkan, bagaimana ketidakyakinan itu saling tarik menarik, seiring tampaknya retak-retak dalam dinding pualam dia tetap sesuatu yang terpuja, bagaikan…..

Dewi malam kupuja, seorang wanita pada pasir
Dengan butirnya, wajahmu terukir
Pergi menghadang kapal pada air
Di dalamnya, kurasa hangatmu mengalir

Kau datang dengan angin tak terasa
Kau datang menghembus membelai muka
Kupinta bintangmu untuk
Berikan nama…….
Dengan mereka sebut warnamu

Dewi malamku

Mengasihimu dan menyayangimu
Aku rela, pergi jauh tuk itu
Aku mencintai dan memilikimu
Aku rela mati rasakan itu semua
(Christian Sugiono, Dewi malam, O.S.T. Jomblo)

Sampai puncak imaji menjadi-jadi, ketika keindahan itu benar-benar nampak kasat mata, ternyata sebenar-benarnya imaji itu tidak bertentangan dengan keindahan sebenarnya, sang purnama yang sebenarnya, keindahan yang terbungkus kesederhanaan. sebulan ini teh bener2 yang menguras energi.dari euforia berlebih, khawatir, gelisah, complicated.dari satu chat ke chat lain yang smp pagi.dari sms pertama ke sms2 berikutnya.dari telpon yang mati gaya smp telpon yang seriusan.ga tau apa yng sebenernya ta rasakan. too complicated to tell.tapi semuanya harus bisa diarahkan ke satu keputusan.

Imaji berlanjut sampai saat……..

0 comments: